SELAMAT DATANG SEMOGA BERMANFAAT

SISTEM PEMERINTAHAN



A.   PENDAHULUAN

  Setiap negara dalam menjalankan pemerintahnnya, memiliki sistem yang berbeda-beda meskipun dengan nama yang sama seperti sistem presidensial atau sistem parlementer. Baik sistem presidensial maupun sistem parlementer, sesungguhnya berakar dari nilai-nilai yang sama yaitu “Demokarasi”. Demokrasi sebagai sistem pemerintahan mengandung nilai-nilai tertentu yang berbeda dengan sistem pemerintahan lain (otoriter, diktator, dan lain-lain).
Henry B. Mayo dalam bukunya “Introdoction to Demokratic Teory” merinci beberapa nilai (values) yang terdapat dalam  demokrasi, yaitu (a)menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga, (b) menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah, (c) menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur, (d) membatasi pemakaian kekerasan sampai taraf yang minimum, (e) mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman (diversity),dan (f) menjamin tegaknya keadilan.
Untuk dapat menjamin tetap tegaknya  nilai-nilai demokrasi tersebut, maka diperlukan  lembaga-lembaga antara lain pemerintah yang bertanggungjawab dan lembaga perwakilan rakyat yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengadakan pengawasan (kontrol) terhadap pemerintah. Dalam penyelenggaraan pemerintah yang dilaksanakan oleh badan eksekutif, di negara-negaa de mokrasi biasanya terdiri dari raja atau presiden beserta menteri-menterinya.
Suatu sistem pemerintahan yang diselenggarakan oleh satu negara yang sudah mapan, dapat menjadi model bagi pemerintahan di negara lain. Model tersebut dapat dilakukan melalui suatu proses sejarah panjang yang dialami oleh masyarakat, bangsa dan negara tersebut baik melaui kajian-kajian akademis maupun dipaksakan melalui penjajahan.
Hal yang perlu kita sadari bahwa apapun sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh suatu negara, tidaklah sempurna seperti yang diharapkan oleh masyarakatnya. Setiap sistem pemerintahan baik presidensial maupun parlementer, memiliki sisi-sisi kelemahan dan kelebihan. Oleh sebab itu, sebuah bangsa dengan masyarakatnya yang bijak dan terdidik akan terus berupaya mengurangi sisi-sisi kelemahan dan meningkatkan seoptimal mungkin peluang-peluang untuk mencapai tingkat kesempurnaan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara baik pada sistem pemerintahan presidensial maupun sistem parlementer.



B.   SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

  1. Pengertian Pemerintahanan
§  Dalam arti luas
Pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif di suatu negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
§  Dalam arti sempit
Pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
§  Menurut Utrecht
Istilah pemerintahan punya pengertian yang tidak sama. Beberapa pengertian tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Pemerintahan sebagai gabungan dari semua badan kenegaraan yang berkuasa memerintah. Jadi, yang termasuk badan-badan kenegaraan di sini bertugas menyelenggarakan kesejahteraan umum, misalnya badan legislatif, badan eksekutif dan badan yudikatif.
b.      Pemerintahan sebagai gabungan badan-badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa memerintah di wilayah satu negara, misalnya raja, presiden, atau Yang Dipertuan Agung (Malaysia).
c.      Pemerintahan dalam arti kepala negara (presiden) bersama dengan kabinetnya.
Adapun sistem pemerintahan diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantung dan mempengaruhi dalam mencapai tujuan dan fungsi pemerintahan. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jadi, sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
Dalam pandangan Offe, bahwa pemerintahan merupakan hasil dari tindakan administratif dalam berbagai bidang dan bukan merupakan hasil dari pelaksanaan tugas pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan sebelumnya; tetapi lebih merupakan hasil dari kegiatan produksi bersama (coproduction) antara lembaga pemerintahan dengan klien masing-masing. Pemerintahan (governing) menurut Kooiman, merupakan proses interaksi antara berbagai aktor dalam pemerintahan dengan kelompok sasaran atau berbagai individu masyarakat. Oleh sebab itu, pola penyelenggaraan pemerintahan dalam masyarakat dewasa ini pada intinya merupakan proses koordinasi (coordinating), pengendalian (steering), pemengaruhan (influencing) dan penyeimbangan (balancing) setiap hubungan interaksi tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa penyelenggaraan pemerintahan (governing) dapat dipandang sebagai “intervensi perilaku politik dan sosial yang berorientasi hasil, yang diarahkan untuk menciptakan pola interaksi yang stabil atau dapat diprediksikan dalam suatu sistem (sosial-politik), sesuai dengan harapan ataupun tujuan dari para pelaku intervensi tersebut”.

 
2.     Bentuk Pemerintahan
a.      Bentuk Pemerintahan Klasik
Teori-teori tentang bentuk pemerintahan klasik pada umumnya masih menggabungkan bentuk negara dan bentuk pemerintahan. Hal ini sejalan dengan pendapat Mac Iver  dan Leon Duguit  yang menyatakan bahwa bentuk negara sama dengan bentuk pemerintahan. Prof. Padmo Wahyono, SH  juga berpendapat bahwa bentuk negara aristokrasi dan demokrasi adalah bentuk pemerintahan klasik, sedangkan monarki dan republik adalah bentuk pemerintahan modern.
Dalam teori klasik, bentuk pemerintahan dapat di bedakan atas jumlah orang yang memerintah dan sifat pemerintahannya.
  Ajaran Plato (429 - 347SM)
Plato mengemukakan lima bentuk pemerintahan negara. Kelima bentuk itu menurut Plato harus sesuai dengan sifat-sifat tertentu manusia. Adapun kelima bentuk itu sebagai berikut.
1)      Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh kaum cendikiawan yang dilaksanakan  sesuai dengan pikiran keadilan.
2)      Timokrasi, yaitu bentuk pemerintah yang di pegang oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyuran dan kehormatan.
3)      Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang di pegang oleh golongan hartawan
4)      Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat jelata, dan
5)      Tirani, yaitu bentuk pemerintahan  yang di pegang oleh seorang tiran ( sewenang-wenang) sehingga jauhdari cita-cita keadilan.

  Ajaran Aristoteles (384 - 322 SM)
Aristoteles membedakan bentuk pemerintahan berdasarkan dua kriteria pokok, yaitu jumlah orang yang memegang pucuk pemerintahan dan kualitas pemerintahannya. Berdasarkan dua kriteria tersebut, perbedaan bentuk pemerintahan adalah sebagai berikut.
1)      Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh satu orang demi kepentingan umum, sifat pemerintahan ini baik dan ideal.
2)      Tirani, yaitu bentuk pemerintah yang dipegang oleh seseorang demi kepentingan pribadi. Bentuk pemerintahan ini buruk dan merupakan kemerosotan.
3)      Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik dan ideal.
4)     Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok cendikiawan demi kepentingan kelompoknya. Bentuk pemerintahan ini merupakan pemerosotan dan buruk.
5)     Pliteia,  yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seluruh rakyat demi kepentingan umum. Bentuk pemerintahan ini baik dan ideal.
6)     Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh orang-orang tertentu demi kepentingan sebagian orang. Bentuk pemerintahan ini kurang baik dan merupakan pemrosotan.
  
  Ajaran Polybios (204-122 SM)
Ajaran Polybios yang dikenal dengan Cyclus Theory  sebenarnya merupakan pengembangna lebih lanjut dari ajaran aristoteles dengan sedikit perubahan, yaitu dengan mengganti bentuk pemerintahan ideal pliteia dengan demokrasi.
Teori siklus menurut Polybios dapat digambarkan pada bagan berikut ini.

Monarki adalah bentuk pemerintahan yang pada mulanya mendirikan kekuasaan atas rakyat dengan baik  dan dapat di percaya. Namun pada perkembangannya, para penguasa dalam hal ini adalah raja tidak lagi menjalankan pemerintahan untuk kepentingan umum, bahkan cenderung sewenang-wenang dan menindas rakyat. Bentuk pemerintahan monarki bergeser menjadi tirani.
Dalam situasi pemerintahan tirani yang sewenang-wenang, muncullah kaum bangsawan yang bersekongkol untuk melawan. Mereka bersatu untuk mengadakan pemberontakan sehingga kekuasaan beralih pada mereka. Pemerintahan selanjutnya di pegang oleh beberapa orang dan memperhatikan kepentingan umum., serta sifat baik,. Pemerintahan pun berubah dari tirani menjadi aristokrasi.
Aristokrasi yang semula baik dan memperhatikan kepentingan umum, pada perkembangannya tidak lagi menjalankan keadilan dan hanya mementingkan diri sendiri. Keadaan itu mengakibatkan pemerintahan aristokrasi bergeser ke oligarki.
Dalam pemerintahan oligarki yang tidak ada keadilanm rakyat berontak mengambil alih kekuasaan umtuk memperbaiki nasib. Rakyat menjalankan kekuasaan negara demi kepentingan rakyat. Akibatnya, pemerintahan bergeser menjadi demokrasi. Namun, pemerintahan demokrasi yang awalnya baik lama keamaan banyak diwarnai kekacauan, kebrobokan, dan korupsi sehingga hokum sulit di tegakkan. Dari pemerintahan okhlorasi ini kemudian muncul seorang yang kuat dan berani yang dengan kekerasan dapat memegang pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan kembali di pegang oleh satu tangan lagi dalam bentuk monarki.
Pem rjalanan siklus pemerintahan di atas mamperlihatkan pada kita akan adanya hubungan kausal (sebab akibat) antara bentuk pemerintahan yang satu dengan yang lain. Itulah sebabnya Polybios beranggapan bahwa lahirnya pemerintahan yang satu dengan yang lain sebagai akibat dari pemerintahan yang sebelumnya telah ada.

a.      Bentuk Pemerintahan Monarkhi (Kerajaan)
Leon Duguit dalam bukunya Traite de Droit Constitutional membedakan pemerintahan dalam bentuk monarki dan republik. Perbedaan antara pemerintahan bentuk “monarki” dan “republik” menurut Leon Duguit, adalah ada pada kepala negaranya. Jika ditunjuk berdasarkan hak turun-temurun, maka kita berhadapan dengan monarki. Kalau kepala negaranya ditunjuk tidak berdasarkan turun-temurun tetapi dipilih, maka kita berhadapan dengan republik.
Dalam praktik-praktik ketatanegaraan, bentuk pemerintahan monarki dan republik dapat dibedakan atas:
1)      Monarki Absolut
Monarki absolut adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang (raja, ratu, syah, atau kaisar) yang kekuasaan dan wewenangnya tidak terbatas. Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dipatuhi oleh rakyatnya. Pada diri raja terdapat kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang menyatu dalam ucapan dan perbuatannya. Contoh: Perancis semasa Louis XIV dengan semboyannya yang terkenal L’etat C’est Moi (negara adalah saya).
2)     Monarki Konstitusional
Monarki konstitusional adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja yang kekuasaannya dibatasi oleh undang-undang dasar (konstitusi). Proses monarki konstitusional adalah sebagai berikut :
§  Adakalanya proses monarki konstitusional itu datang dari raja itu sendiri karena ia takut dikudeta. Contoh: negara Jepang dengan hak octrooi.
§  Adakalanya proses monarki konstitusional itu terjadi karena adanya revolusi rakyat terhadap raja. Contoh: Inggris yang melahirkan Bill of RightsI tahun 1689, Yordania, Denmark, Arab Saudi, dan Brunei Darussalam.
3)     Monarki Parlementer
Monarki parlementer adalah bentuk pemerintahan dalam suatu negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan menempatkan parlemen (DPR) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Dalam monarki parlementer, kekuasaan eksekutif dipegang oleh kabinet (perdana menteri) dan bertanggung jawab kepada parlemen. Fungsi raja hanya sebagai kepala negara (simbol kekuasaan) yang kedudukannya tidak dapat diganggu gugat. Bentuk monarki parlementer sampai sekarang masih tetap dilaksanakan di Inggris, Belanda, dan Malaysia.

c.      Bentuk Pemerintahan Republik
Dalam pelaksaannya bentuk pemerintahan republik dapat dibedakan menjadi republik absolut, republik konstitusional, dan republik parlementer.
1)      Republik Absolut
Dalam sistem republik absolut, pemerintahan bersifat diktator tanpa ada pembatasan kekuasaan. Penguasa mengabaikan konstitusi dan untuk melegitimasi kekuasaannya digunakanlah partai politik. Dalam pemerintahan ini, parlemen memang ada, namun tidka berfungsi.
2)     Republik Konstitusional
Dalam sistem republik konstitusional, presiden memegang kekuasaan kepala negara dan kepala pemerintahan. Namun, kekuasaan presiden dibatasi oleh konstitusi. Di samping itu, pengawasan yang efektif dilakukan oleh parlemen.
3)     Republik Parlementer
Dalam sistem republik parlementer, presiden hanya sebagai kepala negara. Namun, presiden tidak dapat diganggu-gugat. Sedangkan kepala pemerintahan berada di tangan perdana menteri yang bertanggungjawab kepada parlementer. Alam sistem ini, kekuasaan legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan eksekutif.





Newer Post Older Post Home

0 comments: